Saya berada diantara kerumunan orang yang sedang berjalan
pulang menuju kediamannya masing masing ditengah hujan yang tak kunjung mereda.
Menumpahkan segala butir indah hydrogen dioksida untuk jiwa jiwa yang butuh
penyegaran dari penatnya tugas kantor atau kuliah. Banyak yang membiarkan
dirinya dibasahi, tak sedikit yang menutupi badannya dengan payung untuk
menjaga agar dirinya tetap kering walau sebagian kecil dari telapak kaki dan
siku sudah mulai dijilati butir-butir hujan yang lebih lincah dari payung. Tapi,
juga tak jarang yang hanya menutupi sebagian kepalanya dengan telapak tangan
hanya untuk sekedar melindungi kepala. Mungkin mereka takut isi kepala larut
dalam hujan. Tak jauh dari saya, anak-anak yang sebaya murid saya menawarkan perlindungan
dengan payung payung dengan harga 5000 yang tak berhasil pada saya, karena
payung selalu setia ada di tas saya mengalahkan kotak kacamata yang dipakai
sehari-hari.
Tiap hujan gerak langkah menjadi lebih cepat dan lincah,
saya ingat betul, sewaktu remaja dulu sering sekali mengandaikan diri seperti
pesilat atau pemain kungfu saat harus melewati genangan-genangan air besar.Dan
berakhir dengan menenggelamkan kaki di genangan air yang gagal diloncati karena
jaraknya dua kali jangkauan kaki.
“Hujan seperti orchestra alam, Mar. Ramai dan selalu
mempunyai irama yang sama. Dimanapun”
Saya setengah setuju. Setuju karena pasti memiliki irama
yang sama. Tidak setuju karena kadang orchestra yang timbul terlalu nyaring dan
bertamah dengan ornament nyaring memekakkan telinga, seperti menonton music klasik
dn kemudian berganti ke music rock. Mungkin stigma saya terhadap hujan terlalu
sepi.
Hujan kadang bisa menjadi isyarat untuk duduk sebentar
melihat sekeliling atau mungkin melihat kedalam lebih jauh saat semuanya terlalu
cepat. Hujan memberi jeda. Ditengah kecepatan yang tak tertandingi rasa peluh
dan kaki yang ingi beranjak pulang, atau penyegaran atas penatnya aktivitas
seharian.
If your mind has space, then in
that space there is silence—and from
that silence everything else
comes, for then you can listen, you can pay attention without
resistance. That is why it is
very important to have space in the mind. If the mind is not
overcrowded, not ceaselessly
occupied, then it can listen to that dog barking, to the sound
of a train crossing the distant
bridge, and also be fully aware of what is being said by a
person talking here. Then the mind is a living
thing, it is not dead.-Jiddu Khrisnamurti
Hujan hari itu kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai
kisah kasih yang dirajut tak setahun, yang berawal dari kekaguman dan perhatian
yang ditanggapi, dan berakhir di komitmen untuk membagi rutinitas berdua. Hujan
mungkin jeda untuk pikiranmu dan hal-hal yang harusnya kau pikirkan atau
sekedar kau nikmati kerumitannya.
Selamat menikmati hujan :)
+Marissa Abdul+
all the photos taken by me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar