Sabtu, 31 Januari 2015

Hujan

Saya berada diantara kerumunan orang yang sedang berjalan pulang menuju kediamannya masing masing ditengah hujan yang tak kunjung mereda. Menumpahkan segala butir indah hydrogen dioksida untuk jiwa jiwa yang butuh penyegaran dari penatnya tugas kantor atau kuliah. Banyak yang membiarkan dirinya dibasahi, tak sedikit yang menutupi badannya dengan payung untuk menjaga agar dirinya tetap kering walau sebagian kecil dari telapak kaki dan siku sudah mulai dijilati butir-butir hujan yang lebih lincah dari payung. Tapi, juga tak jarang yang hanya menutupi sebagian kepalanya dengan telapak tangan hanya untuk sekedar melindungi kepala. Mungkin mereka takut isi kepala larut dalam hujan. Tak jauh dari saya, anak-anak yang sebaya murid saya menawarkan perlindungan dengan payung payung dengan harga 5000 yang tak berhasil pada saya, karena payung selalu setia ada di tas saya mengalahkan kotak kacamata yang dipakai sehari-hari.






Tiap hujan gerak langkah menjadi lebih cepat dan lincah, saya ingat betul, sewaktu remaja dulu sering sekali mengandaikan diri seperti pesilat atau pemain kungfu saat harus melewati genangan-genangan air besar.Dan berakhir dengan menenggelamkan kaki di genangan air yang gagal diloncati karena jaraknya dua kali jangkauan kaki.

“Hujan seperti orchestra alam, Mar. Ramai dan selalu mempunyai irama yang sama. Dimanapun”

Saya setengah setuju. Setuju karena pasti memiliki irama yang sama. Tidak setuju karena kadang orchestra yang timbul terlalu nyaring dan bertamah dengan ornament nyaring memekakkan telinga, seperti menonton music klasik dn kemudian berganti ke music rock. Mungkin stigma saya terhadap hujan terlalu sepi.
Hujan kadang bisa menjadi isyarat untuk duduk sebentar melihat sekeliling atau mungkin melihat kedalam lebih jauh saat semuanya terlalu cepat. Hujan memberi jeda. Ditengah kecepatan yang tak tertandingi rasa peluh dan kaki yang ingi beranjak pulang, atau penyegaran atas penatnya aktivitas seharian.

If your mind has space, then in that space there is silence—and from
that silence everything else comes, for then you can listen, you can pay attention without
resistance. That is why it is very important to have space in the mind. If the mind is not
overcrowded, not ceaselessly occupied, then it can listen to that dog barking, to the sound
of a train crossing the distant bridge, and also be fully aware of what is being said by a
person talking here. Then the mind is a living thing, it is not dead.-Jiddu Khrisnamurti


Hujan hari itu kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai kisah kasih yang dirajut tak setahun, yang berawal dari kekaguman dan perhatian yang ditanggapi, dan berakhir di komitmen untuk membagi rutinitas berdua. Hujan mungkin jeda untuk pikiranmu dan hal-hal yang harusnya kau pikirkan atau sekedar kau nikmati kerumitannya. 

Selamat menikmati hujan :)


+Marissa Abdul+



all the photos taken by me

Tidak ada komentar:

Posting Komentar