Semalam di Twitter Marissa membaca tulisan soal menemui “random
cuties” saat berkendara.
Random cuties adalah sebutan untuk orang yang secara
kebetulan menarik perhatian di situasi-situasi sederhana.
Sesungguhnya itu
definisi yang Marissa buat sendiri, HAHAHAHAH
photo by Marissa Abdul |
Membaca tulisan itu jadi ingat perbincangan Marissa dan
teman kuliahku waktu kita masih naik kereta Stasiun UI-Tebet sehari-hari untuk
kuliah.
photo by Marissa Abdul |
photo by Marissa Abdul |
photo by Marissa Abdul |
Kami berdua pernah sempet ngobrol bisa gak ya kita ketemu anak-anak Teknik
yang ganteng gitu di kereta. Dulu standard cowok ganteng kami ya, mahasiswa
aktivis fakultas sebelah, maklum fakultas kami miskin lelaki~
Lalu, cerita berkembang ke cerita sepupu temanku itu yang
ketemu istrinya di kereta, karena mereka naik kereta yang sama dengan waktu
yang sama, berkenalan, pacaran dan menikah. Wow, kayak di film, romantis
yaaaaaaa
Jadilah kami sepanjang perjalanan tiap kami berangkat dan
pulang kampus sengaja mengambil gerbong campur untuk meningkatkan probabilitas
bertemu siapapun itu nanti. Wow, gadis-gadis ini hopelessly romantic tapi ambisius parah yaaak, ya akhirnya kami
jatuh cinta dengan orang-orang yang tidak kami temui di gerbong, hahahaha walau
kandas juga
Tapi, pernah satu atau beberapa kali ya kami cukup beruntung
ketemu mas-mas atau anak fakultas sebelah yang sesuai dengan kami. Denganku.
Duduk diseberang kursi, flanel kotak-kotak, muka panjang, dan rambut sedikit
ikal yang panjang, memasang serius headset di telinga, membaca buku yang kutahu
persis isinya bagus.
Mungkin saja dia senang juga mendengarkan Maliq n d’essentials
atau juga membaca Pram dan Dee. Atau bonus tambahan dia bisa menggambar juga.
Wow, baru kusadari Marissa menaruh tuntutan tak masuk akal dalam imajinasiku
sendiri.
Ya, siapa tau,
Siapa tau,
Dengannya bisa mencari acara Maliq n d’essentials dan
menontonnya,
Ya, siapa tau
Dengannya bisa hadir di diskusi buku Pram atau sastra
Indonesia lainnya di TIM atau fakultas sastra sebelah.
Ya, siapa tau
Dengannya bisa berjalan-jalan sambil sketsa gedung-gedung
cantik di kota tua atau Petak Sembilan
Ya, siapa tau
Dengannya bisa mencari cara untuk tetap nyaman bersama walau
tanpa makan malam mewah.
Sekarang, saat berkendara umum tak lagi kekampus, ternyata
tuntutannya tetap sama, pada orang random di kereta maupun busway yang tak
sengaja kulihat. Hanya berubah di tampilan fisik. Kemeja flanel tak sepenuhnya
menarik perhatian. Kemeja kantoran sederhana dengan buku dan headset, mas-mas
yg menunggu dihalte busway Pancoran Barat.
Mungkin ga ya dia mendengarkan Sleeping at Last atau Summer
Salt.
Lalu, mendiskusikan bahwa warna musik Summer Salt mengingatkan dengan
musik-musik era The Beatles.
Mungkin ga ya, dia menyimpan buku sketsa untuk mengisi
kekosongan menunggu busway yang tepat waktu tapi banyak menunggu antrian habis,
baru bisa masuk ke busway.
Bersama menggambar situasi menarik dalam busway,
tenggelam dalam menarik garis-garis.
Mungkin ga ya, setelah bosan menggambar lalu makan pecel
ayam di pinggir jalan saja
atau cari nasi bebek madura dengan kuah hitam
khasnya,
merelakan jatah makan kolesterol habis dalam semalam.
Lalu, menutup
malam dengan membahas fenomena manusia yang bisa diambil pembelajarannya.
Kelelahan dan kehausan cari Indomaret yang buka atau ke Upnormal yang buka
sampai jam 2.
Mungkin ga ya, dia melakukan hal-hal yang sederhana saja
tapi mencukupi tanpa banyak ego?
Mungkin ga ya itu terjadi dengan menambahkan sedikit keberanian
dalam kondisi mataku yang tak berkedip melihatnya, untuk menanyakan apa sajalah
dalam skenario perkenalan pertama dengan orang asing yang tipeku sekali.
Photo by Marissa Abdul |
Lamunan yang biasanya dibunuh tanpa perasaan oleh Petugas Busway Koridor 13 yang datang,
“Yak Jurusan Pinang Ranti, yang keluar dulu ya kasih jalan”
Lalu, dia tenggelam lautan manusia yang ada di halte.
Aku serius mengamatinya dan lupa bahwa aku juga perlu naik bus yang
barusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar