Jumat, 15 Mei 2015

Pergi ke Dubai (1)

Dari CGK-SING-KL-DBX


Saya dan Maharhanie 




Beberapa bulan yang lalu saya dan teman saya, Maharhanie berkesempatan diberikan Allah belajar lewat suatu kompetisi di negeri Arab sana, Dubai. Sebelum berangkat, saya dan Maharhanie sibuk mengurusi segala dokumen yang diperlukan, dari hal yang paling sederhana hingga yang terumit. Perjalanan kami terbilang cukup panjang karena kami mengambil pesawat yang berbeda-beda untuk sampai ke Dubai. Total 10 jam perjalanan. Itu belum dihitung transit sehari kami di Singapura. Bagi kami yang baru pertama bepergian keluar negeri, kami cukup deg-degan, maaf norak.  Sehingga saat di pesawat dari Indonesia, kami berjanji menjaga satu sama lain. Kami waktu itu mengambil perjalanan dari Jakarta-Singapura dengan menggunakan Air Asia, dan kemudian lanjut Singapura-Kuala Lumpur  dengan Malaysia Airlines. Dan kemudian lanjut ke Dubai dengan Malaysia Airlines. Kalau dihitung-hitung cost yang kami keluarkan terbilang cukup murah, karena kami mengambil dua kali perjalanan, bisa memotong setengah harga satu tiket Emirates jika langsung dari Jakarta. Sewaktu itu saya dan Maharhanie membeli tiket Malaysia Airlines di kantor Malaysia Airlines di bilangan Sudirman (naik bis dari depan stasiun Sudirman atas), lumayan dapat potongan harga dan jumlah bagasi yang cukup besar.


 
Ruang Transit Changi Airport, ada yang aneh juga posisi tidurnya


  
Sesampainya di Singapura, saya langsung tidak mendengar Bahasa dimana-mana, semuanya full bahasa inggris, ngeri-ngeri sedap. Karena pesawat kami ke Kuala Lumpur  baru esok hari, saya dan Maharhanie langsung mencari tempat yang asik untuk menghabiskan waktu transit kami yang cukup panjang ini. Dari membuka bekal, camilan, men-charge handphone dan laptop dan banyak hal lainnya. Saya dan Maharhanie sibuk mengamati Changi Airport yang super nyaman ini. Changi the best! Saya dan Maharhanie sempat mencoba alat pijat gratis yang kalau di Jakarta 15 menit bayar Rp 10.000,00. Saya dan Maharhanie yang baru saja berjalan jauh pindah terminal, langsung mencoba alat pijat tersebut. Norak ben wae yo~







Kami sempat berkenalan dengan teman dari Burdeaux. Namanya Emmanuella, mirip nama teman kami yang anak Matematika. Emmanuella tidak bisa bahasa Inggris, setengah mati kami berbicara bahasa tarzan dengannya. Lewat gambar dan gesture tangan. Tertolong oleh Maharhanie, ukhti cantik ini ternyata bisa sedikit berbahasa Prancis. Emanuella ternyata seorang bidan dan sedang mengunjungi saudara di Singapura, dan akan pergi ke Australia, dan Emmanuella ternyata tidak tahu Indonesia itu apa, tapi dia tahu Bali.


                           Aduh, Bali kan bagian dari Indonesia.


Saya dan Maharhanie membuktikan sendiri bahwa benar orang orang diluar sana menganggap Indonesia adalah Bali, atau hanya kenal Bali tidak tahu Indonesia.

Keren ya dengan bahasa tarzan bisa terungkap semuanya. Saya mengahadiahi Emmanuella gambar cat air yang saya buat.




 
tools to kill the boredom
  



Saya salut sekali dengan Singapura, mereka rapih dan tertib sekali, saya dan Maharhanie jadi ikutan rapih dan tertib padahal sebelumnya selebor. 

                         Wakakakak.









Mereka rapih sekali dan patuh terhadap peraturan. Didikan keras bertahuntahun dari kepala negaranya dapat dilihat dengan nyata. Mudah-mudahan Indonesia bisa mencontoh ya. Yang paling seru adalah saya dan Maharhanie banyak SKSD sama turis lain yang ikut menginap. Bahkan, kami ketemu rombongan ibu-ibu TKW yang baru saja pulang dari Dubai, dan asiknya lagi kami dikasih uang jajan karena tau kami masih pelajar :P


ALHAMDULILLAH~~



Makasih ya ibu-ibu dan mbak-mbak


Ah, satu hal lagi yang berkesan adalah ternyata walaupun Singapura berdekatan dengan Malaysia yang jumlah muslimnya banyak, mereka masih melihat teman saya Maharhanie yang berkerudung panjang dengan tatapan aneh, saya pikir tadinya karena kami berwajah Indonesia makanya banyak yang melihat kearah kami (saya dan maharhanie berduaan terus kemana-mana), terus saya coba  aja pakai jilbab juga, eh iya, saya juga diliatin. Mungkin karena Maharhanie dan saya cantik (hoeeeks). Dan ketika sholat senang sekali rasanya Universal Praying Room tempat kami sholat ramai dikunjungi. Setidaknya bertemu orang-orang yang masih sholat.

Menginap semalam di Singapura, paginya langsung terbang ke Kuala Lumpur dan kemudian lanjut ke Dubai.

BELAJAR DARI DUBAI
Dubai from top view



 Terhitung 6 sampai 7 jam di pesawat Malaysia Airlines sungguh tidak terasa, pelayanannya sungguh baik, walau di awal sempat khawatir mengingat kecelakaan yang belum lama terjadi. Tapi, Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan.




 Sesampainya di Dubai kami dijemput orang dari Konsulat Jenderal RI di Dubai yang sangat baik (lupa namanya siapa, maafin saya Pak kalau bapak baca postingan ini). Kami sampai sekiranya jam 8 malam waktu  Dubai, berarti itu sekitar jam 11 malam waktu Indonesia. Saat kami sampai, sekitar pertengahan Maret 2015, Dubai sedang berada di akhir musim dingin, jadi udara masih dingin dan berangin. Sebelum kami sampai, kami diberitahu bahwa Dubai baru saja terkena badai pasir.


                 Wiiih, seru ya!

 Dari bapak yang menjemput kami, kami diberitahu baru saja beliau selesai menangani kasus TKI di Dubai, terus isenglah saya dan Maharhanie bertanya mengenai isu-isu TKI yang suka kami lihat di media cetak dan televisi di Indonesia. Perbincangan seru tentang TKI diselingi penjelasan mengenai Uni Emirat Arab, khususnya Dubai. Ciamik dah!









Paginya, saya dan teman saya harus laporan dulu ke Konsulat Jendral tentang kedatangan kami. Saya dan Maharhanie menginap di keluarga Mbak Sendy yang baik hati dan pintar membuat kue~



                   Terimakasih Mbak Sendy yang sudah mau mengantarkan kami jalan-jalan selama di Dubai. 

Kelilipan di Dubai







Dari Mbak Sendy (ibu muda cantik yang rumahnya kami tumpangi, makasih mbaak) kami tahu kalau ternyata Dubai termasuk Negara yang disiplin. Gaboleh itu ambil jalan memotong sembarang dijalan raya, bisa didenda, dan dendanya besar. Bahkan, dari Mbak Sendy kami tahu kalau mengangkat kaki di tempat menunggu metro bisa didenda 150 dirham (coba dikali Rp.4.000,00)

                     Bokek, men Bokek.

Di Konsulat Jendral setelah kami berbincang dengan Bapak Konsulat yang baik hati sekali, kami berbincang dengan Pak Murdi mengenai sejarah Uni Emirat Arab. Subhanallah~ Makasih Pak Murdi!
Bareng Pak Murdi




Saya dan Rani diceritakan mengenai asal nama Burj Khalifa yan ternyata ga ada kaitannya dengan penyanyi Wiz Khalifa.

                   Ya iyalah, Mar

Burj Khalifa awalnya akan dinamai sebagai Burj Al Dubai tapi pembangunannya tersendat, dan butuh biaya banyak, sehingga Raja atau Presiden Uni Emirat Arab waktu itu yaitu Syeikh Khalifa mendanai pembangunan Burj Al Dubai, dank arena jasa yang begitu besar terhadap pembangunan salah satu landmark akhirnya diganti dengan nama Burj Khalifa. 


Kalau mau ke Burj Khalif lebih enak naik Metro dulu, sekitar 8 dirham. Kalau naik taksi dari Dubai Miracle Garden sekitar 50 dirham


Buku soal Syeikh Khalifa (terimakasih Pak Murdi)

Burj Khalifa




Dubai, negeri padang pasir yang seharusnya dapat air aja susah disini. Mestinya, tapi dipinggir jalanan kota di Dubai, banyak sekali bunga bunga sebagai penghias jalan. Bunga –bunga dijalan tersebut diairi dari selang yang ada dibawahnya. Dan ternyata bunga-bungaan ini tiap dua bulan sekali diganti. Keren ya! Dubai yang padang pasir aja bisa, Indonesia apalagi!

Bunga di tepi jalan Dubai


Tangan Leandra ngasih unjuk bunga
Leandra, anaknya Mbak Sendy yang lucu banget


Makanannya gimana, Mar?

................................






(Bersambung)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Blog loe seru...