Sabtu, 17 Mei 2014

Orang Tua Sehari





Belum lama ini tempat saya mengajar mengikutsertakan beberapa anak untuk mengikuti perlombaan menggambar dan mewarnai. Perlombaan yang diselenggrakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa di tempat saya berkuliah tersebut juga menyediakan wahana bermain untuk anak anak dan keluarga. Hari hari sebelum perlombaan saya dan teman pengajar yang lain, Lia, mencari anak anak yang akan mengikuti perlombaan tersebut, dan secara cepat mengatur latihan mereka sebelum lomba. Cukup menyenangkan buat saya, karena saya suka melihat mereka menggambar, tapi hal baru bagi saya mempersiapkan anak-anak untuk mengikuti perlombaan. Saya dan Lia ikut memikirkan hal-hal kecil yang kemungkinan mereka butuhkan.

Saya jadi sedikit membayangkan bagaimana jadinya kalau saya menjadi orang tua mereka ya.

Pagi hari sebelum perlombaan, kami berangkat bersama-sama naik kereta dari daerah Manggarai pagi itu. Saya bersama Lia menjemput mereka dari rumah mereka dan jalan bersama ke Stasiun Manggarai dan pergi ke tempat perlombaan menggunakan kereta. Keempat anak-anak tersebut iseng mengomentari tiap hal yang mereka temui di sepanjang jalan dan beberapa kali mengajak saya untuk turut serta memperhatikan hal yang mereka lihat.  Salah satu dari mereka tidak sungkan membagi bekal permen yang ia bawa kepada teman-temannya dan kepada saya dan Lia.

  


Senang sekali melihat mereka tertawa lepas.
Sampai di tempat perlombaan, mereka langsung asik dengan kertas menggambar dan mewarnai. Saya sendiri dan beberapa pengajar sibuk memperhatikan mereka berlomba.



Sewaktu mereka berlomba saya jadi ingat sewaktu saya seumur mereka, Ayah saya juga sering membawa saya ke perlombaan serupa. Berangkat pagi-pagi dari rumah pagi sambil menunggui Ibu yang sedang menyiapkan bekal. Lalu, ayah akan membawakan meja gambar yang bisa dilipat tepat di lengan kanan dan lengan kiri menggandeng saya. Selama di perjalanan Ayah akan sibuk memberitahukan warna yang bagus dan menunjukkan objek yang ada di luar jendela mobil sambil meminta saya memperhatikan arah datangnya cahaya dan bagaimana warna yang ditimbulkan.




Setelah perlombaan, anak-anak yang saya antar ke lomba, mengunjungi wahana bermain dan bermain sepuasnya tanpa terlihat ada rasa lelah, saya sudah jalan pelan-pelan kecapaian sambil mengikuti mereka.


Seharian menemani anak-anak ikut berlomba saya jadi ingat momen-momen bersama orang tua saya saat pergi berlomba, perasaan senang dan bangga melihat anak-anak bimbingan saya berani ikut lomba seperti ini juga pasti timbul di hati orang tua saya, bukan maksud geer, tapi kalau posisi saya orang tua dari mereka pasti perasaan ini akan lebih besar.


“Relationship is a mirror in which to see ourselves as we actually are”

Semakin saya dekat dengan anak-anak, semakin saya merefleksikan diri saya sebagai seorang anak. Apakah kebahagiaan yang saya lihat dan dapatkan dari anak-anak, didapatkan pula oleh orang tua saya?

Semakin dekat dengan dunia anak-anak. Semakin saya mulai mengerti posisi orang tua,  orang tua saya atau orang tua-orang tua lainnya,

Mengerti bagaimana sesungguhnya pekerjaan paling sulit dan justru paling sedikit dipersiapkan adalah menjadi orang tua, dimana relasi atau hubungan saya dengan anak-anak ini menjadi pembelajaran saya sebagai manusia dan posisi saya dalam keluarga, yaitu sebagai anak.



“You discover yourself, not in isolation, not in withdrawal, but in relationship—in relationship to  society, to your wife, your husband, your brother, to man; but to discover how you react, what your responses are, requires an extraordinary alertness of mind, a keenness of perception.”





Tidak ada komentar: