Belum lama ini tempat saya mengajar
mengikutsertakan beberapa anak untuk mengikuti perlombaan menggambar dan
mewarnai. Perlombaan yang diselenggrakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa di
tempat saya berkuliah tersebut juga menyediakan wahana bermain untuk anak anak
dan keluarga. Hari hari sebelum perlombaan saya dan teman pengajar yang lain,
Lia, mencari anak anak yang akan mengikuti perlombaan tersebut, dan secara
cepat mengatur latihan mereka sebelum lomba. Cukup menyenangkan buat saya,
karena saya suka melihat mereka menggambar, tapi hal baru bagi saya
mempersiapkan anak-anak untuk mengikuti perlombaan. Saya dan Lia ikut
memikirkan hal-hal kecil yang kemungkinan mereka butuhkan.
Saya jadi sedikit membayangkan bagaimana jadinya
kalau saya menjadi orang tua mereka ya.
Pagi hari sebelum perlombaan, kami berangkat
bersama-sama naik kereta dari daerah Manggarai pagi itu. Saya bersama Lia
menjemput mereka dari rumah mereka dan jalan bersama ke Stasiun Manggarai dan
pergi ke tempat perlombaan menggunakan kereta. Keempat anak-anak tersebut iseng
mengomentari tiap hal yang mereka temui di sepanjang jalan dan beberapa kali
mengajak saya untuk turut serta memperhatikan hal yang mereka lihat. Salah satu dari mereka tidak sungkan membagi
bekal permen yang ia bawa kepada teman-temannya dan kepada saya dan Lia.
Senang sekali melihat mereka tertawa lepas.
Sampai di tempat perlombaan, mereka langsung asik
dengan kertas menggambar dan mewarnai. Saya sendiri dan beberapa pengajar sibuk memperhatikan mereka
berlomba.
Sewaktu mereka berlomba saya jadi ingat sewaktu
saya seumur mereka, Ayah saya juga sering membawa saya ke perlombaan serupa.
Berangkat pagi-pagi dari rumah pagi sambil menunggui Ibu yang sedang menyiapkan
bekal. Lalu, ayah akan membawakan meja gambar yang bisa dilipat tepat di lengan
kanan dan lengan kiri menggandeng saya. Selama di perjalanan Ayah akan sibuk
memberitahukan warna yang bagus dan menunjukkan objek yang ada di luar jendela
mobil sambil meminta saya memperhatikan arah datangnya cahaya dan bagaimana
warna yang ditimbulkan.
Setelah perlombaan, anak-anak yang saya antar ke
lomba, mengunjungi wahana bermain dan bermain sepuasnya tanpa terlihat ada rasa
lelah, saya sudah jalan pelan-pelan kecapaian sambil mengikuti mereka.
Seharian menemani anak-anak ikut berlomba saya
jadi ingat momen-momen bersama orang tua saya saat pergi berlomba, perasaan
senang dan bangga melihat anak-anak bimbingan saya berani ikut lomba seperti
ini juga pasti timbul di hati orang tua saya, bukan maksud geer, tapi kalau posisi saya orang tua dari mereka pasti perasaan
ini akan lebih besar.
“Relationship is a mirror in
which to see ourselves as we actually are”
Semakin saya dekat dengan anak-anak, semakin saya
merefleksikan diri saya sebagai seorang anak. Apakah kebahagiaan yang saya
lihat dan dapatkan dari anak-anak, didapatkan pula oleh orang tua saya?
Semakin dekat dengan dunia anak-anak. Semakin saya mulai
mengerti posisi orang tua, orang tua
saya atau orang tua-orang tua lainnya,
Mengerti bagaimana sesungguhnya pekerjaan paling sulit
dan justru paling sedikit dipersiapkan adalah menjadi orang tua, dimana relasi
atau hubungan saya dengan anak-anak ini menjadi pembelajaran saya sebagai
manusia dan posisi saya dalam keluarga, yaitu sebagai anak.
“You discover yourself, not in
isolation, not in withdrawal, but in relationship—in relationship to society, to your wife, your husband, your
brother, to man; but to discover how you react, what your responses are,
requires an extraordinary alertness of mind, a keenness of perception.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar