The Day that I gave up my dream.
Sekian tahun akhirnya coba cerita. Mudah-mudahan misal ada yg kesangkut nama, merasa ceritanya soal beberapa org, tidak akan aku konfirmasi ya. Tulisan ini dibuat untuk berbagi sudut pandang kalo berubah atau merubah mimpi boleh-boleh aja. Dan terlebih lagi buat saya, sebagai pertanda bahwa baik-baik saja untuk jalan berbeda yang sekarang.
Hampir seluruh akhir remaja dan dewasa awal saya habiskan bukan di rumah. Tapi, di kawasan pinggir kota Jakarta yang saat ini ramai sekali.
Pulang kuliah, akhir pekan, libur kuliah, libur wisuda, libur kerja, cuti kerja dan banyak hal lowong yang saya kemudian pilih untuk menghabiskan waktu untuk dan dengan keluarga-keluarga di daerah tersebut. Manggarai.
Kalau udah sebut nama ini. Mungkin sudah terbayang mau ngomongin apa. Sudah 1-2 tahun ya saya mengikhlaskan batas waktu peran yang bisa saya berikan di rumah kedua selama lebih 12 tahun. Dengan 2-3 tahun terpotong pandemi.
Waktu menulis ini baru kaget, lama banget saya main disana. Waktunya ga pendek juga. Pantas saja label Manggarai/Sanggar nempel di saya di beberapa kolega/teman baik.
Ga banyak yang tau memang saya menaruh banyak kasih sayang dan diberi balik selama durasi itu. Beberapa teman baik dari Sanggar masih bermain bareng sampai sekarang. Bahkan jadi akrab dan banyak jalan baik dari sana. Mungkin juga hal itu yang membuat saya enggan kemudian menerima kenyataan tiap kontribusi ada waktunya.
Setelah mengusahakan banyak dan berbagai cara. Bahkan kompromi saat pandemi. 1 tahun lalu saya merasa mungkin udah kali ya, Mar. Kita perlu cari mimpi baru. Percakapan dikepalaku dengan diriku sendiri.
Sanggar sudah tidak memungkinkan lagi untuk menerima kontribusi dan bentuk cinta seperti ini lagi. Previlege yang kupunya tidak sebesae itu juga untuk merubah banyak hal. Satu ini aja mungkin kita usahakan. Kenapa kemudian soal Sanggar pakai kata Aku. Karena berat rasanya membebankan sudut pandang yg sama ke orang lain yang rencana hidupnya sepenuhnya dikontrol mereka, bukan aku. Tidak dalam batas kesadaranku lagi untuk memaksakannya. Tidak seperti dulu yg akan kupersuasi, ku pengaruhi dan ku advokasi agar mereka punya sudut pandang yang sama. Aku minta maaf ya atas ketidaknyamanannya.
Kemudian segala hal soal Sanggar sudah kurelakan. Buku-buku yang hilang dan terjual. Bangunan yg dipakai untuk hal yang lebih bermanfaat. Walau tidak dengan campur tangan ku dan teman-teman. Kudoakan ada terus jalan keluarnya. Tapi, mungkin sudah bukan dariku dan teman-teman lagi.
Aku pribadi memulai mencari mimpiku lagi yang lain. Dengan cara lain yang aku juga gak tau apa, bagaimana dan apa. Tapi, gapapa.
Sanggar, Manggarai, sudah terlalu banyak memberikan banyak hal kepadaku secara pribadi. Tentu saja bukan materiil. Tapi, fase hidup di Sanggar jadi sarana aku belajar banyak hal.
Mudah-mudahan di mimpi yang baru aku bisa sekuat mimpi ku di Sanggar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar