Aku belum pernah tau kenapa kak Mar pakai jilbab?
Seorang teman disuatu pembicaraan bertanya, dan baru sadar aku ga pernah cerita. Tapi, aku masih ingat hari-hari pertama nya. Teman-teman yang tidak bertanya kenapa tapi mendukung tiba-tiba dengan pelan. Mengirimkan jilbab, ciput. Tiap ada paket dari teman-teman prempuanku saat itu yang berisi jilbab, ciput dan baju panjang, ada Marissa yang menangis haru karena merasa di peluk dari jauh. Merasa sekali disayang dan dituntun tanpa syarat. Dan tentu saja terasa sekali Allah sayang sekali, benar rasanya seperti didekap erat. Hari-hari pertama keputusan besarku di 2017 itu.
---
Cepet banget, diskusi sama bapakibu kalau aku mau pakai jilbab for good. Karena aku mau, aku ga bawa dalil waktu itu, perlu kujaga narasiku agar tidak menggurui dan keminter, apalagi sok tau. Marissa cuma bilang mau pakai dan siap terima konsekuensinya. Kekhawatiran bapak ibu hanya takut penerimaan orang di lingkungan professional dan bagaimana aku gaboleh merusak citra prempuan muslim berjilbab lainnya dengan berbuat ga elok. Siap aku siap, insyaallah. Dalam hati aku yakin aku ga sendiri, Allah bantu aku. Besok nya, berbekal jilbab yg hanya dipakai di Lebaran, Marissa menghadiri kerjaan freelance di Depok. Waktu itu gaji UMR masih cari sampingan. Kepikiran memutuskan pakai jilbab berarti kudu beli jilbab, daleman dan baju panjang, yang semuanya aku ga punya. Masa iya mundur sehari. Enggak, pasti ada jalan. Kepikiran kerjaan freelance ini palingan dibayar makan aja. Pas terima uangnya Marissa kepikiran beli jilbab yang bisa dipakai dulu aja sementara nyicil ciput dan baju serta celana panjang.
ITC Depok, sambil menuju stasiun Depok lama untuk pulang ke Tebet Marissa mampir ke ITC membelikan jilbab dan ciput yg kuhitung bisa ku cuci pakai kering, sambil nabung lagi buat beli baju yang lebih longgar dan lebih menutup. Waktu itu kok pas aku dapet kerjaan, kok pas uangnya buat beli jilbab dan ciput.
---
Gak ada alasan khusus sebenernya Marissa pakai jilbab. Yang kenal keluarga ku, kami termasuk yang moderat karena keluarga nya nyampur-nyampur aja. Aku punya kerabat buddha, tiap imlek kami datang. Aku punya sepupu kandung kristen, yang kami dekat sekali. Tidak ada paksaan atau tradisi prempuan di keluargaku untuk pakai jilbab. Bapak memberikan pengertian bahwa jilbab adalah bukti tanggung jawabku langsung ke Allah. Gaboleh main-main dan jadi mainan. Kalo ibu, gasuka juga, kalau jilbab hanya jadi simbol. Harus dihidupi. Tentu saja ini perbincangan saat aku dewasa. Dulu sampe terakhir akhirnya boleh, Marissa selalu disuruh mikir, sekali pakai gaboleh asal copot. Jadinya ketika Marissa minta pakai jilbab dari SMA ditolak halus dan tegas, sampai akhirnya diterima. Mungkin karena tiap tahun minta aku jadi belajar melihat sudut pandang orangtuaku dan cari jalan tengah.
---
Setahun sebelum jadwal tahunan minta pakai jilbab sama bapakibu, Marissa memulai deket lagi sama lingkungan kajian, sunnah dan sejenisnya lewat adik-adik solehku. Waktu itu niatnya sekaligus belajar agama karena mau ada fase hidup baru. Tapi kayaknya Allah gasuka aku duain, fase hidup barunya gajadi, dan perjalanan belajar nya alhamdulillah lanjut. Disitu kemudian Marissa punya tujuan baru mau pakai jilbab, Marissa pengen menunjukkan sayangku ke Allah. Pengen Allah lihat, walau aku tahu Allah tahu, tapi aku mau kasih lihat. Pengen kasih lihat kalau Aku sayang Allah 😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar