Mungkin itu yang bisa menggambarkan satu tahun saya nganggur. Ya nganggur. Sebelum saya berkuliah di salah satu perguruan tinggi negeri (yang kata orang bagus banget) ini saya seorang yang gagal masuk PTN manapun. Manapun.
Sewaktu kelas tiga SMA dulu saya jatuh cinta terhadap Institut Teknologi yang berada di Jalan Ganesha 10 , Taman Sari Bandung. Seperi melihat apa yang saya inginkan dari dulu. Ramah sekali lingkungannya dengan ilmu pengetahuan. Yes. I'm kinda geek. Besides, It has many big trees with little chair, so when you are tired of something you can seat on it, and enjoy the trees, it also has Bougenville Gate. Bloody hell!
I was crying inside when my uncle invites me to look around the building. Since then, I promised to myself, someday I'll be inside of it, I'll be a part of it. Kemudian mulailah saya belajar kanan-kiri-depan-belakang segala hal yang bisa saya lakukan untuk meweujudkan keinginan saya. Sounds very ambitious right? hahahaha now, I'm laughing on it.
Segala ujian masuk ke Institut tersebut saya lakukan. Tapi, kemudian setelah semuanya. Saya gagal. Terhitung ada 3 kali tes masuk. Masing masing berlangsung 2 hari. Nilai saya tidak pernah mencukupi untuk menjadi bagian dari mereka. Saya patah hati besar.
Then, my father asked me.
"Kamu mau coba universitas lain? Tapi, ya berarti gak bisa ikut ujian tahun depan"
"Enggak, Pa. Aku nunda dulu aja setahun"
Kemdian, saya menjalani setahun hidup saya menjadi pengangguran. Tiap hari kerjaan saya, belajar, menggambar, menulis puisi, menggambar apa saja, melukis. Dan tiap saya keluar rumah, pertanyaan yang sama muncul ditujukan kepada saya
"enggak kuliah?"
"lho kok dirumah? Enggak kuliah"
Dan, ketika berkumpul bersama temen-temen SMA. Mereka pun sibuk membicarakan ospek masing masing kampus.
"ya euforia masuk kampus mar,wajarlah. gak usah ciut" kata saya dalam hati.
Satu kejadian yang saya ingat sampai sekarang. Ada salah satu teman saya (dia tahu saya tidak kuliah, baru saja menerima kabar saya tidak diterima di Institut tersebut) meminta saya memakai Jaket Almamaternya untuk melihat cocok atau enggak, kebesaran atau enggak nantinya di dia.
"Ya, okay mar, gak usah sedih" kata saya dalam hati. Tapi, ya saya sedih. I was the one who couldn't understand what they were talking, and definitely I wasn't a part of that euphoria.
Setelah kejadian, saya semacam WHO-CARES-WITH-ENVIRONMENT-LIKE-THAT
Saya kemudian menantang semesta, kalau benar tiap pepatah dihasilkan dari tiap pengalaman yang membutuhkan pengorbanan tak sedikit, pepatah "jika ada kemauan pasti ada jalan" pastilah bukan sekedar omong kosong bukan , semesta?
Saya belajar kerja keras itu memang benar butuh PERSIAPAN. It can be years, months, days, minutes or hours. Dan ternyata saya butuh satu tahun. 12 bulan. 365 hari. 8760 jam. 31536000 detik.
With no friends. Just me, a bunch of books, my desk, and television. Saya gak ikut bimbel manapun. Saya membimbeli diri sendiri. Sesekali saya belajar ke rumah om saya, minta diajari bahan atau materi yang saya tidak mengerti.
Tidak ada hal baik yang hadir dari sesuatu yang instan. Lihatlah mie instan yang enak itu sebenarnya mengandung banyak bahan kimia yang tidak baik bagi pencernaan dalam jangka panjang. Lihatlah Batik , ornamen cantiknya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, membutuhkan banyak tenaga dan keahlian yang kemudian menghasilkan kain batik yang harganya tidak murah.
No one knows about tommorrow, you definitely can expect a lot of exciting and good things for tommorrow, but you have today, live for it first.
Selama setahun saya belajar banyak hal.
Kerja Keras. Yang paling saya ingat itu. Kerja Keras.
Everyone can say many good words to motivate you to do something you want, but definitely they should be you, yourself.
Happy tuesday :)
+Marissa Abdul+
1 komentar:
I wish I know and understand that feeling to be alone for a year. it must have been hard (empati apoteker ==a) but the only thing you have and we dont is that experience. Its the greatest and rare mentor who teaches you about surviving life.
Go Marsisaaaa >:D
Posting Komentar